“Management is Doing Things Right, Leadership is doing the Right Things” Peter F. Drucker, The Father of Modern Management.
Directive Coaching dan Meeting Intervention adalah tentang Leadership dan Doing The Right Things.
Leadership, Wisdom dan Coaching
Peran kepemimpinan adalah sebuah peran generalis. Dengan itu, maka peran kepemimpinan amat erat hubungannya dengan kebijaksanaan atau “wisdom”. Dengan kebijaksanaannya, seorang pemimpin mampu melihat masa depan, memilih sebuah sebuah realitas di masa depan sebagai tujuan, menetapkan jalan yang harus ditempuh untuk menuju ke masa depan itu, membina, mengayomi, mendorong dan mendampingi pengikutnya bersama-sama bergerak menuju ke sana.
Dengan kebijaksanaannya pula, seorang pemimpin membangun kesadaran tentang realitas saat ini, menjernihkan berbagai cara pandang, menyelaraskan berbagai elemen dan berbagai pihak agar bergerak searah dan seirama, serta menyelesaikan berbagai masalah dan konflik yang terjadi dalam kepemimpinannya.
Tentu saja, dengan kebijaksanaannya pula, seorang pemimpin melakukan coaching kepada tim dan orang-orang yang dipimpinnya.
Kebijaksanaan, adalah kombinasi dari tiga hal yaitu pengalaman atau experience, , pengetahuan atau knowledge dan pertimbangan yang baik atau good-judgement. Seseorang yang telah mencapai posisi pemimpin, dapat dipastikan telah memiliki pengalaman panjang dan pengetahuan yang cukup tentang berbagai hal yang ada dalam kepemimpinannya.
Terkait dengan kemampuan good-judgement, dapat dipastikan pula bahwa setiap pemimpin telah membangun kemampuan itu dengan cara berbeda-beda, sesuai perjalanan pengalaman dan perkembangan pengetahuannya masing-masing.
Keunikan dari proses skill acquisition untuk good-judgement di atas, menjadikan good-judgement sebagai sebuah keahlian yang sulit ditransfer dan sulit pula diajarkan kepada orang lain (tacit).
Fenomena-fenomena di atas, menjadikan hal-hal kepemimpinan dan kebijaksanaan lebih sering diacu sebagai “sifat” atau “karakter” dan bukan sebagai “perilaku” atau “keterampilan”.
Kami meyakin bahwa apa yang tacit” tidaklah identik dengan “mustahil”. Memang sulit, tapi dengan metodologi dan kerangka kerja tertentu, proses skill acquisition untuk good-judgement sebagal elemen pembentuk dan pembangun karakter kepemimpinan yang efektif dan bijaksana, dapat dilakukan dengan lebih mudah. Dalam bahasa yang lain, kita dapat mempersepsi kepemimpinan dan kebijaksanaan sebagai bentuk-bentuk perilaku dan keterampilan.
Maka dalam konteks metodologi dan kerangka kerja tertentu itu, siapa saja yang membangun kebiasaan berperilaku yang benar dan melatih keterampilan yang tepat sebenarnya secara efektif sedang membangun karakter kepemimpinan dan Kebijaksanaan.
“Approach every meeting with a purposeful, high-energy, ready-to make-a-contribution attitude, and watch how fast leadership’s perception of you follows your behavior.”
Jack Welch Former Chairman and CEO, General Electric
TENTANG MEETING
“The result of bad communication is a disconnection between strategy and Execution”
Chuck Martin, Former VP, IBM “
Execution is a people problem, not a strategy problem.”
Peter Bregman
Author of Leading with Emotional Courage Harvard Business Review, January 2017 Issue
Dalam pemahaman kebanyakan orang, termasuk para pakar dan pemimpin sekalipun, meeting atau rapat seringkali sudah terlanjur dilekati dengan stigmatisasi, sebagai momen atau event buruk yang tidak efektif, tidak efisien dan tidak produktif. Stigmatisasi ini terjadi berdasarkan berbagai pengalaman nyata terkait meeting.
Misalnya:
Meeting (hanya) untuk meeting (lagi). Tujuan dan rencana ditetapkan di dalam meeting, lalu jika tindakan yang direncanakan tidak terlaksana, atau terlaksana tapi tidak sesuai rencana, atau terlaksana sesuai rencana tapi hasilnya tidak sesuai harapan, maka apa yang sering terjadi berikutnya adalah rangkaian meeting yang seperti tak ada habisnya, hanya untuk mengurusi hal-hal yang sama dan itu-itu juga. Meeting tidak menjadi “milestone” tapi menjadi ritual, yang hanya sedikit atau tidak kunjung menghasilkan atau menciptakan perubahan.
Meeting menjadi fenomena yang tidak disukai dan dihindari, karena berbagai interaksi di dalamnya membuat orang frustrasi dan justru menjadikan mereka semakin tidak berdaya.