Heboh permainan bandulan 2 bola dengan sepasang tali yang dapat menghasilkan bebunyian tek tek tek kini tengah melanda Nusantara. Dari ujung ke ujung pulau, dari kota ke kota dan dari desa ke desa tek tek tek senantiasa terdengar, meski kadang agak samar. Tapi ia kini hadir dan menjadi salah satu suara latar yang mengisi ruang sadar meski kadang sulit untuk diterima nalar.
Untuk memainkannya ternyata tak sesederhana alatnya. Ada ketrampilan khusus terkait karakter gerak yang dapat terjadi pada dua bola bertali sejalan dengan aksi yang diberikan dan reaksi yang diharapkan. Karena yang diharapkan bisa berbeda dengan reaksi yang didapatkan. Karena dalam bola lato, tali, dan tangan kita ada hukum dan ketetapan fisika, kimia, dan biologi yang berlaku.
Ada massa, bentuk dan ukuran serta volume bola panjang dan bahan tali, juga gravitasi dan sudut angular yang terbentuk dari aksi otot tangan yang diprakarsai energi biologi dari molekul ATP hasil respirasi aerobik dan berbagai tahap proses metabolisme.
Sebuah benda dengan massa m mengalami gaya resultan sebesar F akan mengalami percepatan (a) yang arahnya sama dengan arah gaya dan besarnya berbanding lurus terhadap F dan berbanding terbalik terhadap massa (m).
Gerakan pendulum pada bola lato yang terjadi karena ada gaya aksi yang diberikan, tegangan tali, dan gravitasi menghasilkan kondisi sesuai dengan hukum Newton ketiga, sebagai berikut:
Ketika suatu gaya (aksi) diberikan pada suatu benda, maka benda tersebut akan memberikan gaya (reaksi) yang sama besar dan berlawanan arah dengan gaya yang diberikan.
Maka dalam gerak ayun pendulum terjadi tubrukan, atau tumbukan. Dan itulah yang dikenal sebagai Tumbukan Lenting Sempurna, ketika suatu gaya (aksi) diberikan pada suatu benda, maka benda tersebut akan memberikan gaya (reaksi) yang sama besar dan berlawanan arah dengan gaya yang diberikan. Momentumnya tetap hanya berbeda arah dan inilah yang disebut sebagai hukum kekekalan momentum.
Pada bola lato juga terjadi hukum kelembaman, Jika resultan gaya pada suatu benda sama dengan nol, maka benda yang mula-mula diam akan terus diam. Sedangkan, benda yang mula-mula bergerak, akan terus bergerak dengan kecepatan tetap.
Sigma F = 0, F = m.a, dimana a = sigma F/m dan F aksi = -F reaksi.
Sedangkan pada gerak pendulum pada ayunan sederhana lato-lato, periode dan frekuensinya dapat dihitung dengan rumus periode, T = 2π√l/g dimana T adalah periode l adalah panjang tali dan g adalah percepatan gravitasi, sementara frekuensi atau f didapatkan dari rumus f = 1/2π√g/l.
Periode bandul pendulum lato-lato dengan panjang tali 30 cm atau 0,3 m dengan percepatan gravitasi 10m/d adalah 2(3,14) √0,3/10 = 6,28 x √0,03 = 6,28 x 0,1732 = 1,088. Periode bandul lato kita adalah 1,088 detik dan frekuensinya adalah 1/1,088 = 0,9 hertz.
Pada bola lato di ujung tali yang mendapat gaya yang menghasilkan percepatan sentripetal, berlaku rumus Fs = mw²R, atau Fs = m.V²/R. Dimana F adalah gaya sentripetal dalam satun gaya N/Newton dan w adalah kecepatan sudut/angular, V adalah kecepatan tangensial/linier dalam m/s, dan R adalah jari-jari.
Sementara untuk menginisiasi gerak yang menghasilkan energi kinetik pemantik pendulum lato bereaksi diperlukan energi biologi yang menggerakkan lengan, tangan, dan jari jemari. Energi biologis dari ATP yang digunakan oleh otot untuk melakukan gerakan sesuai dengan perintah dan koordinasi motorik dari pusat perencanaan gerak di otak (primary motor cortex, juga supplementary motor area yang bertanggungjawab dalam merencanakan gerakan sekuensial yang kompleks, dan area motorik lainnya), berasal dari proses sintesis atau pembentukan molekul ATP di dalam mitokondria yang merupakan hasil dari pemecahan glukosa atau asam lemak (glyserol) secara aerobik menjadi asam piruvat. Ada dua jalur untuk proses pembentukan ATP intra-mitokondria, yaitu siklus Krebs dan sistem transpor elektron.
ATP (adenosin trifosfat) adalah mata uang energi utama sel, dan digunakan oleh otot untuk melakukan gerakan sesuai dengan perintah dan koordinasi motorik dari pusat perencanaan gerak di otak, seperti kortex motor primer dan area motor tambahan. Area-area ini bertanggung jawab dalam merencanakan gerakan sekuensial yang kompleks.
Dalam siklus Krebs atau siklus asam sitrat, pemecahan glukosa atau asam lemak diubah menjadi senyawa yang disebut asetil-CoA, yang kemudian digunakan untuk menghasilkan ATP. Siklus Krebs juga menghasilkan produk samping seperti CO2 dan air.
Rantai transport elektron adalah salah satu jalur utama dalam proses produksi ATP di dalam sel. Dalam proses ini, elektron yang dilepaskan dari pemecahan glukosa atau asam lemak di dalam mitokondria ditransfer melalui serangkaian protein yang disebut kompleks protein transport elektron. Kompleks protein ini terdiri dari beberapa protein yang berbeda, yang masing-masing memiliki fungsi yang unik dalam rantai transport elektron.
Elektron ditransfer melalui kompleks protein ini melalui serangkaian reaksi redoks, yang menyebabkan elektron beralih dari satu protein ke protein lainnya. Dalam proses ini, elektron diubah dari tingkat energi yang lebih rendah menjadi tingkat energi yang lebih tinggi, yang digunakan untuk membuat gradien proton di membran dalam mitokondria.
Gradien proton yang dibentuk dalam rantai transport elektron digunakan untuk menghasilkan ATP melalui proses yang disebut fosforilasi oksidatif. Fosforilasi oksidatif adalah proses di mana energi yang disimpan dalam gradien proton digunakan untuk membuat ATP. Dalam fosforilasi oksidatif, protein yang disebut ATP sintase membuat ATP dari ADP (adenosine difosfat) dan fosfat dengan menggunakan energi yang disimpan dalam gradien proton.
Fosforilasi oksidatif yang dihasilkan dari rantai transport elektron sangat penting dalam menghasilkan ATP secara aerobik. Rantai transport elektron ini adalah salah satu jalur utama dalam produksi ATP dan memproduksi sebagian besar ATP yang digunakan oleh sel. Sebagai proses yang menghasilkan ATP melalui gradien proton, fosforilasi oksidatif mengkonsumsi oksigen sebagai acceptor electron terakhir dalam reaksi, sehingga proses ini disebut sebagai aerobik.
Secara bersama-sama, kedua jalur ini membentuk dasar produksi energi tubuh, memberikan energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot dan proses seluler lainnya.
Secara filosofis adanya gerak dan gaya yang terjadi karena adanya konversi energi dalam domain termodinamika merupakan bukti dari keberadaan ruang dan waktu. Sehingga bola lato dapat menjadi gambaran di mana posisi awalnya sebelum ada aksi adalah bagian dari masa lalu, saat terjadi inisiasi gaya adalah masa kini dan kemanakah akan berayun adalah masa depan. Kajian filosofis tentang dilatasi ruang dan waktu serta konsepsi terkait esensi dan eksistensi juga terus menjadi diskursus yang menghasilkan banyak gagasan jenius.
Herakleitos, seorang filsuf Yunani yang hidup di antara 585-475 SM, menggambarkan imajinasi dan persepsinya tentang dunia yang dinarasikan oleh beliau sebagai suatu makhluk yang tidak pernah berhenti berubah. Sedangkan Parmenides, rekan sejawatnya sebagai filsuf, justru memiliki pandangan bahwa kenyataan yang kita hadapi dalam kehidupan itu adalah ilusi. Hingga menurut Parmenides, masa lalu, masa kini, dan masa depan itu sama saja. Mungkin dalam bahasa yang saya bisa, realitas adalah sekedar pentas drama dari sekumpulan data yang diperuntukkan untuk diolah indera. Karena ada pula data yang tak kuasa dikelola indera.
Jika kita sejenak merenungi teks dari budaya India kuno, Upanisad, maka dikatakan ada inti jiwa atau Arman yang berada di dalam kenyataan, dan tak bisa berubah meski cangkangnya terus berubah dan berulah. Sedangkan menurut DH Mellor, waktu yang kita anggap nyata itu tidak mengalir, melainkan statis seperti sebuah peta.
Sedangkan pujangga tasawuf besar, Umar Khayyam dalam karyanya yang berjudul Rubaiyat, menggambarkan bahwa kita dan waktu adalah “perjalanan”.
Wahai ikutlah bersama Khayyam, dan tinggalkan yang Bijak untuk berbicara, satu hal yang pasti, Kehidupan beranjak. Satu hal yang pasti, semua yang lain tidak. Bahkan bunga yang pernah mekar pun rusak.
Sementara dari sudut pandang fisika, terkait ruang dan waktu serta relativitas yang terjadi di dalamnya Albert Einstein punya teori yang termaktub dalam pendekatan relativitas khususnya.
Teori kerucut cahaya dalam teori relativitas khusus Einstein, juga dikenal sebagai ruang-waktu Minkowski, menjelaskan perilaku cahaya dan bagaimana cahaya bergerak melalui ruang-waktu. Menurut teori ini, jalur cahaya bukan garis lurus, tapi sebaliknya membentuk pola berbentuk kerucut yang disebut kerucut cahaya.
Dalam ruang-waktu Minkowski, alam semesta dirancang sebagai kontinum empat dimensi, dengan tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu. Kerucut cahaya mewakili batas antara wilayah ruang-waktu di mana cahaya dapat mencapai observer, yang disebut “kerucut cahaya maju,” dan wilayah di mana cahaya sudah melewati, yang disebut “kerucut cahaya masa lalu.” Titik di puncak kerucut, di mana kedua kerucut bertemu, mewakili saat sekarang.
Teori Einstein menyatakan bahwa kecepatan cahaya sama untuk semua observer dan merupakan kecepatan maksimum di mana informasi dapat bepergian. Ini berarti bahwa suatu kejadian yang terjadi dalam kerucut cahaya maju seorang observer dapat dilihat oleh observer tersebut, sementara suatu kejadian yang terjadi di luar kerucut cahaya maju tidak dapat dilihat. Demikian juga, suatu kejadian yang terjadi dalam kerucut cahaya masa lalu sudah mempengaruhi observer tersebut, sementara suatu kejadian yang terjadi di luar kerucut cahaya masa lalu belum mempengaruhi mereka.
Teori kerucut cahaya dalam ruang-waktu Minkowski membantu menjelaskan banyak fenomena yang diprediksi oleh teori khusus relativitas seperti dilation waktu dan kontraksi panjang, kausatif dan gagasan bahwa tidak ada yang dapat bepergian lebih cepat dari kecepatan cahaya.
Selain itu, Teori kerucut cahaya dalam teori khusus relativitas Einstein membentuk fondasi kerangka matematika yang digunakan untuk menjelaskan ruang-waktu dalam teori umum relativitas, yang teori Einstein nanti yang menjelaskan gravitasi sebagai kurva dari ruang-waktu empat dimensi.
Persamaan untuk kerucut cahaya dalam ruang-waktu Minkowski diwakili oleh persamaan:
x²+ y² + z²- c²t² = 0
di mana x, y, dan z adalah koordinat ruang, c adalah kecepatan cahaya, dan t adalah koordinat waktu. Persamaan ini mewakili hiperboloid dua lembar, di mana satu lembar mewakili “kerucut cahaya maju” dan lembar lainnya mewakili “kerucut cahaya masa lalu”.
dalam persamaan ini x² + y² + z² mewakili koordinat ruang, c adalah kecepatan cahaya dan t adalah koordinat waktu.
Selain itu, kerangka matematika untuk ruang-waktu dalam teori umum relativitas diwakili oleh persamaan medan Einstein atau juga dikenal sebagai EFE, sebagai berikut:
Gμν = 8πTμν
di mana Gμν adalah tensor Einstein, yang menjelaskan kurva ruang-waktu, dan Tμν adalah tensor daya-energi, yang menjelaskan distribusi materi dan energi di alam semesta.
Persamaan ini dikenal sebagai persamaan medan Einstein dan menjelaskan bagaimana materi dan energi mempengaruhi kerucutan waktu-ruang. Gμv mewakili kerucutan waktu-ruang, Tμv mewakili tensor tegangan-energi (yang menjelaskan distribusi materi dan energi di daerah tertentu), dan κ (kappa) adalah konstanta proporsional. Persamaan dapat ditulis kembali sebagai κ2 = 8πGN, di mana GN adalah konstanta gravitasi Newton, yang menghubungkan kekuatan gravitasi dengan massa objek yang terlibat.
Persamaan ini adalah dasar dari relativitas umum, teori gravitasi Einstein, yang menjelaskan gravitasi sebagai kerucutan waktu-ruang yang disebabkan oleh keberadaan materi dan energi. Persamaan juga merupakan batu loncatan dalam pemahaman kita tentang alam semesta, digunakan untuk menjelaskan fenomena seperti lensing gravitasi, orbit planet dan bintang, dan perilaku hitam.
Persamaan ini juga dapat digunakan untuk membuat ramalan tentang distribusi materi dan energi di alam semesta, dan digunakan dalam studi kosmologi. Ini telah mengarah pada perkembangan beberapa teori penting seperti Teori Big Bang dan Alam Semesta yang Menyusut, yang telah dikonfirmasi oleh observasi dan eksperimen.
Persamaan ini juga digunakan dalam perhitungan geometri waktu-ruang dan perilaku materi, energi, dan radiasi dalam keberadaan objek masif seperti planet dan bintang, ini juga memberi tahu kita tentang perilaku waktu-ruang di dekat singularitas, yang ada di pusat lubang hitam.
Secara sederhana dapat digambarkan bahwa teori EFE dan Minkowski di atas adalah penjelasan matematis terkait keberadaan dan sifat ruang waktu. Teori ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh matematikawan Hermann Minkowski, yang memperkenalkan konsep ruang waktu empat dimensi, yang ditunjukkan oleh persamaan x4 = ict, di mana x mewakili tiga dimensi ruang dan t mewakili waktu.
Teori McGucken, yang diajukan oleh fisikawan John McGucken, menyatakan bahwa dimensi keempat (waktu) sedang melebar pada kecepatan cahaya (c). Ini ditunjukkan oleh persamaan dx4/dt = ic, di mana d mewakili perubahan dalam dimensi dan i mewakili angka imajiner. Teori ini menyarankan bahwa seiring waktu yang berlalu, jarak antara dua titik di waktu-ruang meningkat pada tingkat sebanding dengan kecepatan cahaya.
Konsep ini penting dalam memahami perilaku materi dan energi di alam semesta, dan telah digunakan untuk menjelaskan fenomena seperti redshift cahaya dari galaksi jauh dan radiasi latar mikro cahaya kosmik.
Perilaku materi dan energi ini pada gilirannya akan berlaku juga pada entitas yang menjadi bagian dari semesta. Termasuk makhluk biologis, manusia di antaranya.
Menurut David Christian, penulis buku
Future Stories, setiap organisme hidup itu memiliki tugas untuk mengelola masa depannya di masa kini. Masa depan apa yang paling mungkin dan paling diinginkan kadang tidak sama. PR bersamanya adalah bagaimana mencapai setiap tahap masa depan sesuai dengan harapan dan hasil pengolahan masa kini yang dijalani dalam kehidupan.
Ternyata menata, menera, dan memetakan masa depan adalah utopia. Dimana kata Utopia sendiri dicetuskan pertama kali oleh Sir Thomas More dalam buku terbitan 1516 yang mengisahkan tentang adanya suatu masyarakat fiktif di sebuah pulau di lepas pantai Amerika Selatan, seperti Isla Nublar di kisah Jurassic Park nya Michael Crichton ya. Dalam pengertian Utopia itu digambarkan bahwa masyarakat di pulau tersebut menjalani hidup dengan pencapaian semua konsep ideal. Di semua hal. Semua aman, nyaman, kenyang, sehat, bebas stress, tidak usah bekerja keras, serba indah, tak ada konflik, damai, tenang, dan sejahtera. Dan itu semua adalah Utopia. Antonimnya adalah Distopia.
Dalam kondisi nyata, justru yang hadir nyata dan terasa adalah pragmatisma dan upaya mempertahankan keberlangsungan hidup (survivalitas) yang mewarnai berbagai bentuk interaksi yang senantiasa didasari motif dan juga algoritma untuk memilih opsi dan kondisi yang paling menguntungkan bagi diri sendiri. Semua itu juga menjadi bagian dari upaya mengonstruksi masa depan.
Pasca Matthias Schleiden dan Theodore Schwann pada 1839 menemukan fakta bahwa segala organisme terdiri dari bagian-bagian yang pada dasarnya memiliki struktur yang mirip, belakangan dikenal sebagai sel, maka penelitian tentang sifat, karakter, dan fungsi dari setiap organisme menjadi semakin menarik.
Nenek moyang mikroba yang dikenal sebagai LUCA atau last universal common ancestor yang hidup 4 milyar tahun lalu diketahui sudah memiliki engine komputasi yang antara lain dapat membantu mengambil sebuah keputusan dari algoritma berikut:
Jika ada sumber nutrisi terdeteksi maka (A) bergeraklah ke arahnya/mendekati, (B) dengan syarat secara kuantitas jumlah makanannya memadai/cukup, (A’) jika makanan kurang, maka (B’) tidak usah bergerak.
Penelitian pada bakteri E. Coli, bakteri yang ditemukan seorang cendekiawan hebat, Theodor Escherich (1857-1911), yang juga seorang dokter anak dan mikrobiolog dengan sumbangsih yang signifikan dalam bidang mikrobiologi, khususnya dalam bidang bakteriologi dan teori patologi infeksi, telah membawa kita pada kebijakan genomik yang peka terhadap pertanda perubahan ekosistem dan sangat fleksibel dalam melakukan respon adaptif.
Sedikit ingin memperkenalkan Escherich sang penemu E Coli yang secara filosofis akan kita bahas di bawah, kontribusi utamanya tentu saja penemuan bakteri Escherichia coli (E. Coli) pada tahun 1885. Ia mengisolasi bakteri dari tinja bayi yang sehat dan menjadi yang pertama yang mengkultivasi E. Coli galur murni. Isolasi dan kultivasi E. Coli yang dilakukannya menghasilkan metodologi riset yang berguna untuk studi bakteri. Sejak saat itu E. Coli banyak digunakan sebagai organisme model dalam mikrobiologi, genetika, dan biologi molekuler.
Escherich juga meneliti hubungan E. Coli dengan infeksi saluran kemih pada bayi. Dia menemukan bahwa E. Coli adalah penyebab paling umum dari infeksi tersebut, dan observasinya menyebabkan pengakuan E. Coli sebagai patogen penting.
Selain itu, karya Escherich tentang teori patologi infeksi juga menginisiasi perkembangan konsep tentang infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang didapat di fasilitas kesehatan. Escherich salah satu yang menyadari bahwa bakteri dapat menyebar melalui alat medis yang terkontaminasi dan bahwa rumah sakit dapat menjadi sumber infeksi bakteri. Observasinya dan dukungannya untuk praktik sanitasi dan sterilisasi yang lebih baik di rumah sakit membantu mengurangi insidensi infeksi nosokomial.
Singkat kata dan cerita, spirit Escherich untuk terus menguak misteri dan logika, telah membawa kita untuk mencoba menyelami makna dari perilaku adaptif mikroba.
Perilaku E Coli yang memiliki sekitar 3000 gen dan juga memiliki sistem “penginderaan lingkungan” atau sensing sehingga mampu mengambil keputusan-keputusan strategis berbasis pendekatan genomik adalah salah satu bukti adanya kecerdasan terdistribusi yang sekaligus menjadi bagian dari kecerdasan berjamaah (koloni atau crowd) yang amat adaptif terhadap dinamika lingkungan.
Konsep ruang dan waktu yang dinamis dan kompleks dapat disikapi dengan mengedepankan berbagai fungsi genomik seperti mengoptimalkan fungsi Operon (diperkenalkan oleh Jacob dan Monod), yaitu konfigurasi protein yang antara lain terdiri dari beberapa faktor transkripsi di DNA E Coli yang dapat memainkan fungsi saklar untuk memati-hidupkan fungsi ekspresi gen tertentu yang berperan dalam menghasilkan protein terkait pengolahan laktosa. Dimana keberadaan laktosa sebagai sumber nutrisi E Coli, adalah stimulus untuk mengaktifkan fungsi genomik yang paling sesuai dengan kebutuhan.
Optimasi dan efisiensi sumber daya tampaknya sudah menjadi kapasitas dan kompetensi organisme multi tingkatan yang dalam setiap proses interaksinya mengenal konsep transaksi, substitusi, komplementasi, dan augmentasi. E Coli seperti kita juga, makhluk lato lato. Makhluk yang bereaksi terhadap aksi, membal, memiliki kekekalan momentum, dan bergantung pada syarat dan prasyarat ruang waktu. Makhluk yang hadir saat terpenuhinya syarat, dan bertahan hadir atau hidup, juga jika mampu memenuhi syarat.
Maka bagi yang bingung dan berat untuk memenuhi syarat eksistensi, mending kita belajar dari sang sufi ahli komedi, Nasrudin Hoja.
Nasrudin Hoja pada suatu malam terlihat sibuk sekali mencari sesuatu di bawah tiang lampu jalan. Seoranv temannya yang kebetulan lewat di jalan itu bertanya, “apa yang sedang kau cari Nasrudin ?””Cincinku”, jawab Nasrudin. Temannya kembali bertanya, “dimana kira-kira kau sadari jika cincinmu hilang ?”. Di rumah, jawab Nasrudin cepat. Temannya sambil terheran-heran menatap Nasrudin sambil bertanya, “mengapa kau cari di sini ?”. Nasrudin dengan wajah prihatin menatap lurus ke arah temannya. Tatapan Nasrudin itu seolah orang yang tak habis pikir melihat ada kebodohan yang begitu luar biasa. Lalu ia berkata, “bagaimana aku bisa mencarinya di rumah, di sana gelap. Kalau mencari sesuatu itu ya di tempat terang saja, agar mudah.” Sambung Nasrudin lagi. Temannya makin bingung dan bertanya, “ketemu ?”. “Tidak.” Jawab Nasrudin cepat. Temannya yang dongkol langsung memotong, “ya iyalah ga ketemu, secara jatuhnya di rumah dicari di bawah lampu jalan !”. Nasrudin bukannya tersinggung, ia malah terbahak-bahak dan memasang tatapan seolah semakin prihatin dengan kebodohan temannya itu. ” Aku cari di tempat terang saja tidak ketemu, apalagi aku cari di tempat gelap.” Demikian pungkas Nasrudin sambil berlalu….
Logika hidup dan kehidupan, juga pemahaman ruang dan waktu , buat Nasrudin mungkin hanya sebuah permainan fallacia belaka. Dimana fallacia punya berarti deception atau “menipu” kata Irving M Copi et al, 2014.
Tapi logika Nasrudin itu setidaknya berhasil mengacaukan 2 falasi sekaligus. Yang pertama adalah Post Hoc Ergo Propter Hoc, dimana terjadi kekurangtepatan pengambilan simpulan dari suatu hubungan sebab akibat, misal dari setiap pertemuan dengan pria atau wanita yang berbaju biru didapatkan fakta bahwa penggunanya selalu keren (ganteng atau cantik). Tentu kondisi ini tidak dapat digeneralisir bukan. Ganteng atau cantik belum tentu ditentukan oleh warna baju, juga warna biru. Banyak faktor lainnya yang turut menentukan. Maka anti tesis Nasrudin keren juga, belum tentu kita bisa menemukan barang yang hilang di lokasi kejadian, siapa tahu faktor terang dapat menjadi pengubah keadaan.
Tak berhenti sampai di situ saja, Nasrudin juga mengolok-olok konsep falasi false dicotomy, dimana premisnya adalah menemukan barang di tempat gelap itu susah, dan menemukan barang di tempat terang itu gampang. Tidak ada yang salah bukan ? Masalahnya kondisi terang-gelapnya ini di mana dan kapan ? Inilah pentingnya kebersinambungan antara context dan content bukan ? Mereka berdua mungkin adalah dua bola lato lato yang perlu digerakkan agar bertumbukan dan menghasilkan energi fusi kognisi yang berkesinambungan.
DR. dr. Tauhid Nur Azhar – Medical School of Diponegoro University
Pakar Neuro Leadership